Dear Unegers!
Seperti janji saya di edisi sebelumnya, saya
akan melanjutkan kisah kami dalam Respek UTS 2015.
Satu minggu menjelang Respek, kami mulai
disibukkan dengan verifikasi data mahasiswa baru. Kami akan menyambut sekitar
600-700 adik-adik kami yang datang dari penjuru Nusantara. Dari titik ini,
gejolak-gejolak kecil mulai merintangi perjalanan kami. Jadwal Respek yang
sedianya tiga hari diperpanjang menjadi empat hari karena kegiatannya dirasa
terlalu mepet. Wajar aja sih. Menurut Mbak Thifa, acara orientasi kampus itu
ada waktunya masing-masing. Pengenalan kampus dilakukan di awal, kemudian
pemberian materi tentang nilai-nilai mahasiswa, lalu ditutup dengan kegiatan
UKM Fair. Namun di UTS, rangkaian tersebut dikemas dalam tiga hari! Hasilnya,
jadwal menjadi sangat padat, sampai-sampai saya yang menyusun jadwal pun seakan
tak bisa bernapas. Tidak sampai di situ, konten materi Respek juga banyak
mengalami perombakan, memaksa kami untuk mengatur ulang jadwal kegiatan.
![]() |
Suasana verifikasi data |
Tantangan untuk kami belum usai. Pusat Bahasa UTS ternyata
berencana mengadakan placement test tanggal 27-28 Agustus serta test TOEFL tanggal 4 September.
Panitia Respek diminta ikut menyiapkan kegiatan itu. Kami baru mendapat
informasi 2 hari menjelang kegiatan, dan panitia Respek sebenarnya dalam posisi
tidak terlibat dalam kegiatan ini. But
the show must go on, right? Kami
melakukan koordinasi secepat yang kami bisa, mendata semua mahasiswa yang telah
melakukan verifikasi, lalu menginformasikan ke semua mahasiswa baru, dan
membantu menyiapkan ruangan. Untuk tes TOEFL, waktunya yang berbenturan dengan
UKM Fair sempat membuat kami bingung juga. Kedua acara direncanakan berlangsung
pagi hari. Namun setelah mendapat konfirmasi bahwa tes TOEFL diadakan di gedung
Oranye, kami bisa bernapas lega. Kami tetap bisa melaksanakan UKM Fair karena
acaranya berlangsung di lapangan Rektorat, yang juga menjadi lokasi utama
Respek.
Tanggal 29 Agustus. Gejolak tersebut kian memanas. Hari itu, kami melakukan
simulasi tahap 2 untuk persiapan Respek. Sayangnya, simulasi hari ini tidak
berjalan begitu baik karena jumlah peserta simulasi berkurang dan kami harus
berbenturan dengan persiapan kuliah umum dari Pak Soedomo (Dirut PT Kapal Api)
yang akan diadakan pukul 14.00. Kami juga baru tau sehari sebelumnya kalau
divisi acara yang akan menjadi eksekutor acara. Selain itu, divisi acara juga
sedianya akan membentuk kelompok Respek hari ini sejumlah 20 kelompok. Sayang,
pihak kemahasiswaan rupanya belum selesai melakukan verifikasi data. Alhasil,
siang itu kami berpencar untuk membereskan setiap kekacauan yang ada. Munira,
Un, dan Ayu bertugas sebagai kru di panggung. Lamro dan Onk langsung meluncur
ke gedung Oranye untuk membantu verifikasi data. Saya, Opan, dan Azhar bersama
Mbak Thifa membahas teknis technical
meeting keesokan harinya.
Kekuatan kami sedikit berkurang karena hari itu Rian sakit. Namun, kami tetap
berusaha semaksimal mungkin. Mbak Thifa dan Pak Win tak hentinya memberi kami
semangat. “Mudah-mudahan saya nggak ikutan tumbang, Mbak. Opan sama Rian udah
duluan soalnya,” kata saya setengah bercanda.
Sore harinya, kami bertiga ikut bergegas ke
gedung Oranye untuk membantu verifikasi data. Semakin sore, jumlah mahasiswa
yang melakukan verifikasi data semakin melonjak. Saya hanya menghembuskan nafas
keras. Telah terbayang kalau saya bersama teman-teman acara akan kerja rodi
malam ini. Bayangan masa-masa proyek Sumbawagen 2014 telah tervisualisasi
sangat jelas dalam bayangan saya. Fahmi, siapkan badanmu!
Hingga ba’da Isya, verifikasi belum juga
usai. Saya, Indah, dan Onk terpaksa kembali ke Sumbawa duluan, karena kami
harus menghadap Pak Alidi untuk membicarakan sesuatu. Masalah terjadi saat kami
hendak pulang. Ban saya bocor, membuat perjalanan kami kembali tersendat.
Alhamdulillah berkat bantuan teman-teman perlengkapan, ban saya bisa
diperbaiki. Menjelang pukul 22.00, kami baru tiba di rumah Pak Alidi. Sejam
kemudian, saya dan Onk meluncur ke rumah Opan, sedangkan Indah menuju tujuan
lain.
![]() |
Ngetem sampai malam demi beresin data maba |
Menjelang tengah malam,
saya, Opan, Azhar, Onk, dan Lamro, baru memulai kerja rodi kami membuat
kelompok mahasiswa Respek. Seluruh tenaga yang tersisa kami kerahkan untuk
menyelesaikan daftar itu. Apapun yang terjadi, saat technical meeting, daftar itu
sudah harus jadi.
Keempat rekan saya membagi mahasiswa ke dalam
kelompok-kelompok, lalu saya menggabungkan semua nama tersebut ke dalam
kelompoknya masing-masing. Mbak Lulu (staf kemahasiswaan), teman-teman
konsumsi, serta Kak Surya menyempatkan waktu mengunjungi kami di rumah Opan
sekedar memberikan sekotak martabak telur. Saya merekap data-data mereka hingga
pukul 04.00, dan itu baru data Azhar dan Opan yang usai.
“Alhamdulillah, beres,” sayup-sayup suara
Opan terdengar di sebelah saya usai menyebutkan nama mahasiswa terakhir di
daftar tugasnya. Azhar sudah terkapar lebih dulu karena usai paling awal. Onk
bahkan terkapar sebelum sempat menyerahkan datanya ke saya.
Saya sudah akan menagih data Lamro ketika
laptop saya bergeser ke arah Opan. “Udah, kamu tidur aja.”
Saya memalingkan wajah sejenak dan tetap
mematung di depan laptop, merasa tak rela pekerjaan saya diambil alih. Kali ini
laptop saya bergeser lagi. Huft. Jangan
salahin gue kalo ntar loe kelamaan bangun, rutuk saya dalam hati lalu
mengambil posisi di sebelah Azhar.
Mata saya mendadak terbuka, dan terasa agak
perih. Langit kebiruan muncul dalam pandangan saya. Saya bergegas bangun,
tampak Lamro dan Onk sedang akan ke masjid. Kami bertiga bergegas shalat Subuh
dan segera membereskan pekerjaan yang tersisa.
Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00. Sebuah panggilan masuk dari Cindy muncul
di ponsel saya.
“Mi, ada tambahan data dari mahasiswa rantau
nih. Aku antar ke mana ini?” kata Cindy dari seberang telepon.
“Kita lagi di rumahnya Opan, antar ke sini
aja Cin,” kata saya lalu menutup telepon. Bahu saya lemas seketika.
30 Agustus. Pagi ini benar-benar kacau. Dengan mata memerah dan
perih, seluruh persendian yang lemas, kami masih harus membagi tugas. Lamro dan
Opan harus berangkat duluan untuk meng-handle suasana di kampus. Itupun mereka sudah
terlambat. Mereka ke kampus pukul 07.00, waktu kami seharusnya sudah siap di
lapangan. Azhar pamit beres-beres pulang. Onk mencari kertas untuk nge-print,
lalu saya ke kosnya Fajri untuk print absen mahasiswa baru.
Saya memutuskan pulang sejenak untuk sarapan,
lalu cuci muka. Dalam waktu 15 menit, ponsel saya dihajar 5 missed calls, satu
telepon dari Nugrah menanyakan keberadaan saya, satu telepon dari Onk yang
tidak berhasil menemukan kertas HVS karena fotokopi masih tutup, dan dua sms
dari Fajri dan Mbak Thifa yang juga menanyakan keberadaan saya. Saya hanya
sempat mengganti jaket lalu keluar rumah lagi, bahkan tanpa sempat bertemu
orang rumah.
Saya bergegas membeli kertas HVS, lalu
meluncur ke rumah Fajri. Pikiran saya kalut total. Terbayang kepanikan
teman-teman panitia di kampus sekaligus raut murka mereka pada saya, serta
adik-adik mahasiswa yang sudah ramai menunggu. Mata saya seketika berembun.
Saya menutup kaca helm dalam kondisi motor yang tetap melaju.
Sesampainya di kos Fajri, saya langsung
membuka laptop dan menyiapkan dokumen yang akan dicetak. Satu panggilan dari
Opan muncul di ponsel saya. “Mi, kamu lagi di mana? Absennya udah?” selain
suara Opan, sayup-sayup saya juga mendengar suara Mbak Thifa, tampaknya di
lapangan sedang kalut juga.
“Absennya belum di-print...” hanya itu
yang bisa saya ucapkan. Bibir saya bergetar menahan luapan kepanikan yang
mendobrak ingin dimuntahkan. Fajri, yang baru keluar dari kamar mandi, hanya
terpatung melihat tubuh saya berguncang panik.
“Everything would be okay... everything
would be okay...” berulang kali saya mengucapkan kalimat itu sambil menarik
napas dalam dan menyeka mata saya yang agak sembab. Fajri dengan sigap membantu
saya mencetak semua absen.
Dokumen telah siap. Saya menitip motor di
kosnya Fajri. Onk—yang tadinya datang menghampiri kami—saya minta menjemput
Yuli karena tidak ada teman. Kami melaju secepat yang kami bisa.
Kampus sudah ramai saat kami tiba. Saya
bergegas turun dari motor, menghampiri meja registrasi yang dijaga Lamro dan
Ary. Teman-teman panitia yang lain juga bergegas menghampiri saya. Saya
mengeluarkan absen dengan tangan bergetar. “Pelan-pelan aja, Mi,” kata
teman-teman saya menenangkan.
![]() |
Suasana registrasi |
![]() |
Antrian mengular |
![]() |
Pembagian regu |
Usai membagi absen, saya
menghampiri Mbak Thifa di tenda.
“Masih hidup?” tanya beliau datar. Saya hanya
mengangguk sekenanya.
“Sekarang masih ada kerjaan?”
“Saya harus input data mahasiswa rantau yang baru
masuk tadi pagi. Saya izin ke rektorat dulu.” Mbak Thifa mengangguk pelan.
Saya membuka ruang Lab Biotek lalu meng-input semua data sebisa saya. Teman-teman
saya menghampiri. Indah dan Yuli membantu meng-input data saat tugas mereka telah usai, dan
memaksa saya beristirahat. Lamro juga masuk untuk tidur. Mbak Thifa datang
membawakan kami minum juga membantu saya meng-input data. Semakin siang semakin banyak
yang datang ke Lab. Akhirnya kami pindah ke ruang kelas yang lebih luas.
Bahkan sampai technical meeting pun, masih saja ada mahasiswa yang
baru mengantarkan data verifikasinya. Saya hanya bisa mengelus dada. Kalau
belum mahasiswa saja disiplinnya seperti ini, bagaimana saat kuliah nanti? Saya
tidak ingin generasi di bawah kami hanya akan menjadi beban orangtua, beban
kampus, dan beban negara karena kurang disiplin. Mereka harus ‘digoreng’ saat
Respek nanti.
Saya baru pulang ke rumah sore harinya. Tubuh
saya serasa remuk satu hari ini. saya butuh tidur. Itu saja.
Hari ini saya belajar untuk lebih tenang dalam menyikapi sesuatu. Ini semua terjadi di luar kendali saya. Semoga kami bisa lebih solid di hari-hari berikutnya, aamiin.
Ikuti terus cerita kami ya! Akan ada banyak hal yang lebih seru buat kalian. See you!
Hari ini saya belajar untuk lebih tenang dalam menyikapi sesuatu. Ini semua terjadi di luar kendali saya. Semoga kami bisa lebih solid di hari-hari berikutnya, aamiin.
Ikuti terus cerita kami ya! Akan ada banyak hal yang lebih seru buat kalian. See you!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar