Dear Unegers!
Saya benar-benar tidak bisa memastikan bagaimana
perasaan saya hari ini. Hari ini kami akan tampil untuk pagelaran seni. Namun
hari ini juga, kami harus menyelesaikan laporan akhir KKN. Huft, padahal
tadinya dikumpul sepuluh hari setelah penarikan. Ah sudahlah, mengeluh tidak
akan menyelesaikan masalah. Jadilah sejak subuh saya berkutat dengan dokumen
laporan akhir. Hingga pukul 14.00—batas waktu pengumpulan laporan akhir—laporan
kami tak kunjung usai *apalah arti aku bekerja bila laporaaaan tak kunjuuuung
usaaaai—nyanyi ala Raisa :’D *
Keadaan semakin mencekam karena hujan deras turun
membasahi bumi Desa Sebasang sejak pukul 13.45. Alhasil, saya tidak berhasil
mengumpulkan laporan akhir tepat waktu. Hujan terus mengguyur Sebasang hingga
pukul 17.00. Saat hujan usai, hal yang saya pikirkan adalah panggung pentas
kami nanti malam. Mudah-mudahan tidak licin.
Kali ini debaran di hati saya kian menggelora, jauh
dibandingkan saat malam perpisahan kemarin. Kali ini jelas karena saya akan
tampil di hadapan banyak orang. Bisa dikatakan inilah kali pertama saya tampil
di panggung pagelaran seni. Rasanya bahagiaaaaa sekali. Sejak lama saya hanya
bisa duduk di kursi penonton, membayangkan jika suatu saat nanti saya akan bisa
menjadi salah satu pemain di atas panggung. Alhamdulillah, momen KKN ini
menjadi kesempatan bagi saya untuk bisa mewujudkan mipi saya.
![]() |
Suasana di ruang rias |
![]() |
Para pemusik |
Pukul 20.30, acara Pagelaran Seni dan Budaya ‘Suar
Teja Raboran’ dimulai. Kami semua berdiri di belakang panggung, menunggu giiran
tampil. Para kru belakang panggung sibuk hilir mudik menata peralatan untuk
penampilan setiap peserta. Sembari menunggu—dan mengurangi rasa grogi yang kian
melanda—saya bermain bersama adik-adik penari yang akan tampil setelah kami.
Saya juga bercana dengan teman-teman penampil yang lain, mengambil foto, dan
ngobrol-ngobrol sambil sesekali mengintip ke arah panggung.
![]() |
Foto bareng adik-adik penari Kembung Bahoja |
![]() |
Stand makanan di area pentas |
Rangkaian penampilan malam itu dibuka oleh
penampilan Kasidah dari Desa Mokong, kemudian Kasidah Desa Maman, tembang musik
dari Desa Pernek, dan musikalisasi puisi dari Desa Semamung. Usai acara
pembukaan, tibalah waktunya untuk penampilan inti. Sarembang Kilung menjadi
pembuka rangkaian penampilan inti malam ini. Saya bersiap di pinggir panggung.
Dalam hati saya hanya berdoa, semoga kami bisa memberikan penampilan terbaik
malam ini.
Now… it’s the show time!
Alunan seruling membuka penampilan kami malam itu.
Saat suara gitar mulai mengalun, para penari putri mulai bergerak sesuai irama.
Para penari laki-laki baru memasuki panggung saat lawas (syair Sumbawa) pada
lagu dinyanyikan.
Saat melangkahkan kaki pertama kali di atas
panggung, tiba-tiba kaki saya merasakan lembabnya karpet berwarna hijau itu.
Yaaaah, bekas hujan ternyata T_T
But show must go on. Saya menghadapi penonton dengan
senyuman terbaik saya. Malam ini… mimpi saya untuk tampil di panggung pagelaran
seni telah resmi tercapai. Saya tidak ingin tampil mengecewakan di penampilan
perdana saya. Kami mengerahkan seluruh upaya untuk memberikan penampilan yang
memukau. Kekompakan, ekspresi wajah, dan menikmati musik.
Saya sempat beberapa kali keliru dalam langkah kaki,
dan hampir terpeleset saat gerakan berlari di salah satu bagian tarian, tapi
saya tidak ingin terpengaruh. Kami terus bergerak menikmati musik. Hingga
akhirnya saat alunan musik berakhir, gerakan kami sampai pada akhirnya. Tepuk
tangan penonton bergemuruh seiring dengan senyum yang terus menghiasi wajah
kami yang melangkah turun dari panggung. Alhamdulillah, misi berhasil!
Rasa syukur tiada hentinya saya ucapkan.
Alhamdulillah, akhirnya saya bisa merasakan tampil di panggung seperti ini,
yang dulunya hanya bisa saya saksikan dari kejauhan. Saya tidak menyangka harus
menunggu hingga selama ini untuk bisa berdiri di sebuah panggung pagelaran
seni. Namun semua itu terbayar lunas malam ini. The stage is ours tonight!
Penampilan-penampilan selanjutnya setelah itu adalah
Tari Anak ‘Kembung Bahoja’, Tari ‘Basaloya’, Rabalas Lawas, Tari ‘Dulang
Pasangka’ dan penampilan pamungkas Tari ‘Sarembang Gandang’. Kami saling
menyemangati satu sama lain saat hendak naik ke panggung, terutama saat
adik-adik saya naik ke panggung. Penampilan mereka sangat memukau malam ini.
Setiap kali saya melihat mereka tampil, aya selalu merinding dan merasa
terharu. Sangat bangga bisa melihat anak-anak ini, di usia yang masih muda,
sudah mendedikasikan diri untuk mengembangkan seni dan budaya Samawa. Semoga
mereka semakin berprestasi ke depannya, aamiin.
Oh iya, kayaknya sebagian besar Unegers di sini nggak
tau ya tentang penampilan-penampilan yang sebutkan di atas? Xixixi, oke deh
saya jelasin satu-satu ya. Sarembang Kilung itu kalau diartikan berarti
‘menembangkan lagu Sumbawa bersama-sama’. Ciri khas dari Sarembang Kilung itu
adalah adanya penyanyi yang diiringi sekelompok penari, jadi saya itu termasuk
kelompok penari pengiring. Sarembang Kilung ini pernah ditampilkan di Pekan
Budaya Samawa 2014 dan berhasil meraih Juara Harapan I.
Tari Anak ‘Kembung Bahoja’ merupakan tari anak yang
menceritakan kebiasaan anak-anak di Sumbawa saat menidurkan adik-adik mereka.
Tari ini dikemas sedemikian rupa oleh Pak Aziz a.k.a Pak Aci, sehingga di
dalamnya para penari anak ini menari, menembang, sekaligus memainkan musik.
Tarian ini berhasil mewakili provinsi NTB dalam Festival Seni Anak Nasional
2016 di Palu, Sulawesi Tengah, pada bulan April lalu dan berhasil meraih
penghargaan Penata Musik Terbaik.
Nah, kalau Tari Basaloya beda cerita lagi. Tari
Basaloya ini menceritakan bagaimana masyarakat Sumbawa menangkap ikan dengan
cara mengeruhkan air sungai atau laut agar ikan-ikan di air mabuk sehingga
lebih mudah ditangkap. Air dikeruhkan dengan cara melepas kerbau-kerbau
peliharaan mereka ke air kemudian oleh pemiliknya dikejar ke sana kemari. Saat
air sudah keruh, barulah ikannya ditangkap. Tarian ini telah ditampilkan di
Borobudur International Festival di Magelang pada tahun 2013 lalu.
Kemudian Rabalas Lawas, merupakan seni bertutur kata
dalam masyarakat Sumbawa, biasanya dilakukan dua pasang muda mudi dengan
berbagai latar cerita, bisa tentang pendidikan, nasihat agama, ataupun
percintaan. Yang membuat Rabalas Lawas menarik adalah saling melempar lawas
yang dilakukan laki-laki dan perempuan, ditambah penampilan panggung yang kerap
dibuat humoris.
Tari Dulang Pasangka, kurang lebih merupakan tarian
yang mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki yang telah diberikan
kepada masyarakat Sumbawa. Bentuk rasa syukur itu disampaikan lewat tradisi
menyajikan makanan kepada masyarakat, baik setelah panen atau saat hari raya.
Nah, tari Sarembang Gandang artinya tarian yang
dilakukan bersama-sama oleh banyak orang. emang jumlah orangnya banyak banget
sih, bisa sampai puluhan orang. Tari ini menceritakan tentang kebiasaan
masyarakat Sumbawa saat diadakan upacara pernikahan. Biasanya, orang Sumbawa
itu dulunya dijodohkan. Mempelai wanita biasanya akan menangis setelah
diberitahu orangtuanya. Nah, suara tangisan itu akan diredam oleh pukulan alu
dan lesung yang dilakukan oleh ibu-ibu. Tari Sarembang Gandang ini berhasil
menjadi Juara I pada Pekan Budaya Samawa 2015.
Penampilan Sarembang Gandang menjadi penutup seluruh
rangkaian penampilan malam hari ini. Seluruh talent diminta naik ke atas
panggung dan berfoto bersama. Selamat kepada Kecamatan Moyo Hulu atas
terselenggaranya Suar Teja Raboran 2016! Sampai jumpa di Pagelaran Seni dan
Budaya 2017!
![]() |
Foto bareng Eni dan Anas setelah acara |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar