Dear Unegers!
Mata saya membuka dengan sedikit terpaksa
disertai rasa perih. Suara Cana memecah keheningan fajar. Kami hanya punya
waktu 15 menit sebelum briefing. Buru-buru saya mencuci muka, menggosok gigi,
dan mengganti pakaian, lalu berlari ke lapangan.
Saya memulai hari ini dengan satu
kekacauan: teklap hari ketiga belum dicetak. Alhasil, saya harus menjelaskan
dengan baik rangkaian acara dalam satu hari ini agar semuanya paham. Syukurlah,
rangkaian kegiatan hari ini tidak banyak berubah.
Setelah shalat subuh dan sarapan, saya
menitipkan file teklap dan teknis outbond pada Randa untuk di-print ke Sumbawa.
Saya lalu berbaring di ruang sekretariat sejenak. Tanpa sadar saya justru
terlelap, dan terbangun sekitar pukul 07.30. sayup-sayup terdengar teriakan
yel-yel dari para peserta Respek.
![]() |
Suasana pagi |
Saya lalu keluar ruangan, dan mendapati
Mbak Thifa dan Mbak Silmi sedang di kursi depan ruang perlengkapan. Saya pun
menghampiri keduanya.
“Habis ini ada pengenalan dosen, Mbak, dari
Pak Rektor.”
“Udah dikonfirmasi sama Pak Rektor?”
Saya menggeleng pelan.
“Pak Rektor baru dikasih tau pagi ini, dan
beliau belum siap. Jadi alternatifnya, outbond sampe UTS Merah Putih dimajuin,
baru Pak Rektor ngisi siangnya,” jelas Mbak Thifa.
Saya memutar otak karena skenario yang
berubah sangat mendadak. Kami pun melakukan rapat darurat, dengan peserta Mbak
Thifa, Kak Surya, Azhar, Opan, dan saya. Ada beberapa hal yang harus kami
pertimbangkan. Pertama, outbond dan UTS Merah Putih langsung ‘bablas’ hingga
Ishoma tanpa ada materi dari Pak Rektor. Resikonya, materi dari Pak Rektor
harus disampaikan di Respek fakultas, meskipun sebenarnya akan lebih baik jika
disampaikan di Respek ini. Kedua, sesi Pak Rektor tetap ada setelah outbond dan
UTS Merah Putih. Konsekuensinya, flow acara yang tadinya naik akan agak menurun
di sesi tersebut, dan kami harus mencari cara untuk menaikkan flow-nya lagi.
Selain itu, waktu outbond dan UTS Merah putih hanya dibatasi hingga pukul
11.00, yang artinya kami hanya punya waktu dua setengah jam dari sekarang. Tapi
keuntungannya, peserta bisa mengistirahatkan tubuhnya di saat sesi materi,
karena outbond dan UTS Merah Putih pasti menguras energi.
“Aku sih sekarang terserah kalian aja,
semua sudah ada pertimbangannya masing-masing,” kata Mbak Thifa.
Kami saling berpandangan sejenak. “Ya udah,
Mbak, sesi Pak Rektor tetap diadain setelah UTS Merah Putih,” kata saya
akhirnya.
![]() |
Meskipun panitia lagi 'emergency', peserta tetap semangat :D |
Dinamika Respek pagi ini dimulai. Saya
segera mengumpulkan teman-teman panitia yang sedianya akan menjadi pemandu
outbond. Tadinya kami perlu pemandu 16 orang, namun situasi yang darurat
akhirnya memangkas jumlah pemandu menjadi hanya 8 orang. Saya segera membagi
pos masing-masing beserta games yang akan dimainkan di pos itu. Di titik ini,
tantangan untuk kami mulai bermunculan.
“Jarak pos 1A sama 1B terlalu dekat, Mi.
Apa ntar nggak tabrakan pesertanya?” komplain Opan.
“Harusnya nggak tabrakan, sih. Kalo masalah
jarak emang nggak bisa digimana-gimanain lagi, Pan, soalnya pos 1 dan 2 udah di
satu komplek itu aja,” jawab saya.
Urusan pos selesai, kami membagi properti
yang dibutuhkan untuk games. Masalah yang cukup krusial muncul: botol untuk
balap air kurang! Setelah saya ingat, ternyata 20 botol yang diperlukan itu
dengan kondisi jika peserta mengambil air untuk balapan dari dalam ember. Namun
semalam, skenario berubah. Regu peserta akan mendapat air dari dalam botol yang
dituangkan oleh salah satu peserta dengan kondisi mata tertutup.
Saya segera berlari ke lapangan utama
karena Munira mengumumkan bahwa sesi outbond akan segera dimulai.
“Mun, tunda bentar, ya. Games-nya belum
beres,” bisik saya. Di saat bersamaan, saya melihat botol air mentah 1,5 L para
peserta yang biasa digunakan untuk wudhu. Binggo!
“Mun, tolong bilang sama peserta buat bawa
2 botol besar air mentah untuk masing-masing kelompok,” ujar saya lalu kembali
ke pos panitia.
“Masalah botol beres. Kita bisa minta
peserta bawa botol air sendiri untuk balap air,” kata saya lega.
“Tapi gelasnya nggak nyampe 20,” kata Opan.
Jedeeeerr!!!! “Ah, masa sih? Tadi katanya
Mastar udah kok 20,” kata saya yakin.
“Hitung aja, nggak ada 20.”
Saya kembali dilanda kepanikan. Fajri dan
Onk lalu menawarkan satu konsep games untuk mengganti balap air. Sayangnya,
teman-teman yang lain kurang paham.
“Ya udah gini aja. Posnya Fitri sama Onk
nggak usah balap air, ganti sama games itu aja. Tapi Fajri ntar temani Fitri
ya, soalnya kamu sama Onk aja yang ngerti konsepnya,” kata Opan. Kami akhirnya
berpencar ke pos kami masing-masing. Sebelum ke pos, saya kembali ke lapangan
utama untuk mengumumkan sesi outbond dan memberikan instruksi kepada seluruh
regu.
Saya berangkat ke pos 4B di depan gedung
Pertamina. Uni dan Kak Acuh sudah tiba lebih dulu. Saya membersihkan area lapangan, masih sambil kepikiran huru hara pagi ini. “Kenapa bisa salah hitung,
sih? Harusnya dari semalam bisa ketebak. Mudah-mudahan aja nggak ada masalah,”
ujar saya pada diri sendiri.
![]() |
Beberapa cuplikan outbond games |
Sekitar pukul 09.30, lima pleton tiba di
pos saya, masing-masing dari Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Aceh, Jawa Barat,
dan DIY. Saya pun memandu mereka ke games pertama: balap kalajengking.
Saya mendapatkan games ini ketika mengikuti
camp Sobat Bumi tahun 2013 lalu. Aturan mainnya, peserta dalam satu tim harus
merangkai tubuh mereka menjadi satu garis, namun hanya bagian tangan yang boleh
menyentuh tanah. Peserta yang menjadi ujung garis harus mengambil sebuah bola
di ujung lintasan dan membawanya kembali ke garis start.
Permainan ini cukup menguras fisik,
sehingga pesertanya adalah 6 orang mahasiswa dari tiap regu. Ternyata memandu
mereka memainkan games ini cenderung sulit. Seluruh tim hanya beradu cepat,
namun kurang memikirkan strategi yang diterapkan. Saya sudah mengantisipasi
itu. Dua kali mereka gagal, saya pun turun tangan memberitahu startegi yang
benar. Namun sayang, setelah itu pun masih ada yang belum bisa memainkan games
dengan benar. Saya hanya bisa tersenyum melihat usaha keras mereka di lapangan.
![]() |
Peserta balap kalajengking |
![]() |
Saya mencoba memberi instruksi |
“Apa pelajaran yang bisa kalian ambil dari games
tadi?” tanya saya usai memainkan games balap kalajengking.
Beberapa orang mengacungkan tangan dan
menyampaikan jawabannya. Saya tersenyum mendengar jawaban mereka semua.
Intinya, dibutuhkan kerja sama dan kekompakan dari seluruh anggota tim dalam menyelesaikan
misi tadi. Saya bersyukur mereka bisa mengambil pelajaran dari permainan yang
mereka lakoni.
Games kedua bernama ‘Pertarungan Ular
Naga’. Kali ini saya meminta 8 orang mahasiswi dari tiap pleton. Aturan mainnya
sederhana. Setiap regu berbaris menjadi satu banjar. Peserta paling depan
menjadi kepala naga, sedangkan peserta paling belakang menjadi ekor naga. Misi
masing-masing ‘naga’ adalah menyentuh ekor naga lain, namun di saat bersamaan
juga harus melindungi ekornya masing-masing. Namun dalam pertarungan, tubuh
naga tidak boleh terputus. Karena hanya ada 5 regu, maka ada 4 regu yang
bertarung ‘one by one’, sedangkan satu regu tersisa berhak maju ke babak
berikutnya.
Pertarungan berlangsung sengit, didukung
kemeriahan suporter masing-masing regu. Penentuan menang kalah ternyata bukan
pada siapa yang cepat menyentuh ekor lawan, namun pada regu mana yang lebih
dulu putus tubuhnya. Ketegangan sempat terjadi di babak final, karena kedua
naga merasa lebih berhak menang. Naga pleton Sulawesi Selatan terputus
tubuhnya, sedangkan naga pleton Aceh ekornya terjatuh lalu putus. Saya
memenangkan regu Aceh, karena saya melihat naga pleton Sulawesi Selatan lebih
dulu putus, dan hanya berselang sepersekian detik, ekor naga regu Aceh
terjatuh. Meskipun sempat bersitegang, kedua regu bisa menerima hasil akhir
permainan.
“Apa yang kalian pelajari dari permainan
tadi?” sekali lagi saya melontarkan pertanyaan itu. Cukup banyak jawaban yang
muncul. Saya membenarkan semua jawaban mereka. “Intinya, dalam permainan tadi,
kalian diajar untuk menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin yang bisa melindungi
dan mengayomi orang yang kalian pimpin. Selain itu, kalian juga diajarkan kerja
sama dan kekompakan sebagai satu tim. Karena itu, setelah Respek nanti, jadilah
mahasiswa yang bisa bekerja sama, karena kita tidak bisa melakukan semuanya
sendirian,” jelas saya lalu tersenyum.
Seluruh regu selanjutnya diarahkan ke pos
terakhir: lapangan Science and Techno Park (STP) UTS. Proyek besar yang akan
mereka lakukan selanjutnya adalah pembentukan formasi UTS Merah Putih raksasa.
Sebagian besar pleton sudah berbaris rapi
di lapangan bersama para panitia dan pendamping. Waktu sudah menunjukkan pukul
10.50, dan pembentukan formasi belum juga dimulai. Mbak Thifa berkali-kali
mengingatkan saya sebagai time keeper untuk menjaga durasi.
Pukul 11.00 pembentukan formasi baru
dimulai. Azhar dan Rian memegang komando untuk memberi instruksi. Teriknya
matahari serasa membakar ubun-ubun. Kendati demikian, semangat kami untuk
menyelesaikan proyek besar ini juga terasa membara.
Para peserta diatur sedemikian rupa agar
posisi mereka membentuk hurup U, T, dan S dengan susunan warna topi caping
merah dan putih. Pada saat technical meeting lalu, panitia telah memfasilitasi
topi caping peserta untuk memudahkan proyek angkatan ini.
Untuk pembentukan huruf raksasa ini, kami
belajar banyak dari ospek universitas lain. Seharusnya proyek ini murni
dikerjakan oleh para mahasiswa saat di lapangan. Namun, karena ini baru pertama
kalinya kami lakukan, serta untuk mengefisienkan waktu, maka kami memandu
mereka untuk membuat formasinya. Setelah itu, mereka dikembalikan ke barisan
masing-masing lalu mengulang kembali pembentukan formasi tersebut.
Lagu ‘Gebyar-Gebyar’ mengiringi pembentukan
formasi tersebut. Semua orang terlihat bersemangat dan antusias. Saya bisa
merasakan aliran energi yang membara di sekitar kami semua. Melihat kesigapan
panitia dan para peserta membuat saya merinding. Inilah semangat Unity In
Diversity yang ingin kami ciptakan. Semangat untuk bersatu dengan latar
belakang yang begitu beragam. Meskipun mereka berasal dari daerah yang berbeda,
pleton yang berbeda, namun mereka kompak dan bekerja sama sebagai satu
kesatuan: sebagai mahasiswa UTS. Sebagai generasi emas Indonesia. Sebagai
pemimpin masa depan dunia.
Hasilnya??? Silahkan cek sendiri di bawah
ini.
Bahagia sekali rasanya melihat formasi ini sukses. Kebersamaan antara
panitia dan mahasiswa begitu terasa. Kami pun menyanyikan lagu Gebyar-Gebyar
sambil melambaikan tangan di udara untuk merayakan keberhasilan kami. Setelah
itu, Kak Surya maju untuk menyampaikan orasi kepada mahasiswa. Sebuah orasi
yang membakar gairah muda para mahasiswa. Orasi yang mengingatkan kami semua
untuk kembali mengingat nilai-nilai kebhinnekaan kita sebagai bangsa Indonesia.
Bahwa perbedaan itu diciptakan sebagai rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa agar
manusia saling mengenal, bukan untuk saling bertikai. Mengingatkan kita untuk
bersatu dalam perbedaan demi kemajuan Indonesia.
Waktu telah menunjukkan pukul 12.05 saat
kami tiba kembali di arena utama. Saya bergegas menuju panggung karena Pak
Arief, Rektor UTS, telah tiba di tenda tamu. Saya sudah siap kalau harus
diceramahi karena acara beliau molor hampir satu jam.
Namun, betapa terkejutnya saya saat
menyaksikan respon pertama beliau. “Fahmi, kok kamu gosong, ya?” tanya beliau
sambil tertawa lepas.
Saya hanya melongo sesaat, lalu ikut
tertawa kikuk. “Yaah, gitu Pak. Saya juga dijemur selama Respek,” kata saya.
Tak lama kemudian, Mbak Thifa datang dan
mempersilahkan Pak Arief untuk menaiki panggung bersama Pak Ajad. Beliau
berbicara tentang struktur kampus UTS, sekaligus menyampaikan wejangan kepada
para mahasiswa. Uniknya, sebelum mulai berbicara, Pak Arief terlebih dahulu
menyapa para mahasiswa dengan berkeliling lapangan utama menggunakan sepeda.
Lagi, beliau memberikan materi sambil duduk di pinggir panggung! Saya merasa
kagum dengan kesahajaan beliau sebagai seorang rektor.
Acara kemudian dilanjutkan Ishoma selama
satu jam. Setelah itu, kami langsung masuk ke upacara penutupan Respek 2015.
Para peserta diminta berbaris sesuai prodi masing-masing. Kemudian, mereka
diminta untuk menutup mata, menundukkan kepala, dan menutup telinga. Para
panitia dengan sigap berlari kemudian mengelilingi barisan mahasiswa. Saat
mereka membuka mata, Kak Surya, Kak Bowo, dan Rian tampil menyampaikan orasi
kemahasiswaan untuk menutup Respek. Para mahasiswa kembali diingatkan akan
nilai-nilai kemahasiswaan yang telah mereka miliki. Mereka diingatkan bahwa
sebagai mahasiswa, mereka memiliki tanggung jawab lebih untuk memajukan
univeristas, bangsa, dan negara. Mahasiswa adalah ujung tombak peradaban,
karena itu mereka harus menempa diri dengan sungguh-sungguh agar dapat menjadi
mahasiswa yang berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Para peserta kembali diminta menutup mata,
menundukkan kepala, dan menutup telinga. Kali ini, sosok Rektor UTS yang muncul
saat mereka membuka mata. Beliau sekali lagi memberi wejangan kepada para
mahasiswa agar terus semangat dalam menuntut ilmu dan berprestasi, sehingga
dapat membawa nama UTS terbang ke penjuru dunia.
(bersambung)
Penasaran kelanjutannya seperti apa??? Update terus blog Uneg Uneg Dwilaksono ya!
NB: Makasih banyak buat panitia Respek 2015 Divisi Pubdekdok buat foto-foto kecenya :)
nggak sabar nunggu kelanjutannya kak.. :)
BalasHapusMakasih udah baca blog saya Askar :)
HapusOke bentar lagi kelanjutannya rilis ya. Ikutin terus!