Kamis, 17 September 2015

Intuisi

Aku terkepung di tengah lautan manusia. Ribuan orang berlalu lalang di sekelilingku. Kerlap kerlip lampu malam begitu memanjakan mata. Dari kejauhan, suara serunai, rebana, gong, genang, dan alat musik tradisional lainnya mengalun indah di gendang telingaku. Aku berjalan menuju panggung utama. Di panggung itu, busana tradisional beraneka warna membuai khalayak ramai. Para penari dirias begitu rupawan. Suara biduan kian menyemarakkan keramaian malam.

Aku melangkah menuju sudut lapangan. Bola mataku membulat sempurna. Sosoknya tengah berdiri di sana, tampak tengah berbincang dengan seseorang. Aku tak mengacuhkan kehadirannya, kendati aku sangat ingin menghampirinya. Aku bingung harus bereaksi seperti apa saat menghadapinya.

Aku pun berlalu, asyik menyaksikan aneka barang dalam tenda pameran. Saat mataku menoleh ke tempatnya berdiri, ia telah lenyap. Aku terkesiap. Segera kutinggalkan tenda untuk mengais jejak langkahnya. Aku mengitari keramaian manusia, berharap mampu menemukannya di tengah ribuan tubuh yang tengah terbuai alunan musik.

Aku mendesah perlahan, tak berhasil menemukannya. Aku menyusuri pinggir lapangan, lalu menatap ke satu sudut panggung. Kali ini, hatiku memberontak. Intuisiku memerintahkan untuk melangkah ke sana. Tanpa kusadari, langkah kakiku berjalan mendekati sudut panggung, tanpa tahu ke mana ia akan menuju. Ada sesuatu yang hatiku sangat yakini, entah apa yang akan ia tunjukkan.


Langkah kakiku terhenti. Tubuhku mematung. Mataku hanya menatap ke satu arah. Satu sosok yang tengah berdiri di hadapanku, hanya berjarak beberapa langkah. Aku bisa memastikan sosok wajah yang tengah memunggungiku itu tanpa harus menatapnya. Aku maju selangkah, lalu langkahku terhenti. Aku ingin menyentuhnya, namun aku takut akan mengacau dunia yang tengah ia selami. Perlahan aku kembali mundur. Aku hanya ingin membuktikan sesuatu. Intuisiku benar. Aku sedang merindukannya...

Sumbawa Besar, 17 September 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar