Aku terkepung di tengah lautan manusia. Ribuan
orang berlalu lalang di sekelilingku. Kerlap kerlip lampu malam begitu
memanjakan mata. Dari kejauhan, suara serunai, rebana, gong, genang, dan alat
musik tradisional lainnya mengalun indah di gendang telingaku. Aku berjalan
menuju panggung utama. Di panggung itu, busana tradisional beraneka warna
membuai khalayak ramai. Para penari dirias begitu rupawan. Suara biduan kian
menyemarakkan keramaian malam.
Aku melangkah menuju sudut lapangan. Bola mataku
membulat sempurna. Sosoknya tengah berdiri di sana, tampak tengah berbincang
dengan seseorang. Aku tak mengacuhkan kehadirannya, kendati aku sangat ingin
menghampirinya. Aku bingung harus bereaksi seperti apa saat menghadapinya.
Aku pun berlalu, asyik menyaksikan aneka
barang dalam tenda pameran. Saat mataku menoleh ke tempatnya berdiri, ia telah
lenyap. Aku terkesiap. Segera kutinggalkan tenda untuk mengais jejak
langkahnya. Aku mengitari keramaian manusia, berharap mampu menemukannya di
tengah ribuan tubuh yang tengah terbuai alunan musik.
Aku mendesah perlahan, tak berhasil
menemukannya. Aku menyusuri pinggir lapangan, lalu menatap ke satu sudut
panggung. Kali ini, hatiku memberontak. Intuisiku memerintahkan untuk melangkah
ke sana. Tanpa kusadari, langkah kakiku berjalan mendekati sudut panggung,
tanpa tahu ke mana ia akan menuju. Ada sesuatu yang hatiku sangat yakini, entah
apa yang akan ia tunjukkan.
Langkah kakiku terhenti. Tubuhku mematung. Mataku
hanya menatap ke satu arah. Satu sosok yang tengah berdiri di hadapanku, hanya
berjarak beberapa langkah. Aku bisa memastikan sosok wajah yang tengah memunggungiku
itu tanpa harus menatapnya. Aku maju selangkah, lalu langkahku terhenti. Aku ingin
menyentuhnya, namun aku takut akan mengacau dunia yang tengah ia selami. Perlahan
aku kembali mundur. Aku hanya ingin membuktikan sesuatu. Intuisiku benar. Aku sedang
merindukannya...
Sumbawa Besar, 17 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar