Kamis, 03 September 2015

RESPEK UTS DAY 3: An Epic Day (2)

Dear Unegers!

Masih ingat kan keseruan yang kami alami selama Respek hari ketiga bagian pertama? Kalo belum baca buka di sini dulu ya:)

Sekarang, mari kita lanjutkan keseruan kita di hari ketiga!

Upacara penutupan ditutup dengan penyematan almamater secara simbolis oleh Rektor UTS. Acara dilanjutkan dengan pengenalan kakak senior. Para pendamping dan panitia diminta berbaris sesuai dengan divisi masing-masing. Kemudian satu per satu divisi dipanggil ke panggung untuk memperkenalkan diri. Tiba saat divisi lapangan memperkenalkan diri, divisi perlengkapan melayangkan protes keras.

“Biar dah MC yang perkenalkan kalian to,” protes Kak Acuh dari bawah panggung.

“Lho, kenapa memangnya? Lagian MC yang kasih saya mic,” Kak Bowo selaku Korlap tidak mau kalah.

“Eh, ndak bisa itu. Ndak adil kalo gitu. Kita tadi diperkenalkan sama MC,” kata Kak Acuh sengit.

Pertikaian semakin memanas. Anggota divisi perlengkapan maju dan memaksa Kak Bowo turun panggung. Insiden baku hantam tak terhindarkan. Saya dan teman-teman yang lain hanya menatap dengan bingung. Ini ada apa sih?

Suasana upacara penutupan
Sesi perkenalan panitia
Divisi perlengkapan
Divisi lapangan
Pertikaian dimulai
Dan semakin memanas
Kak Bowo dan Kak Acuh kemudian dilerai, lalu Kak Surya datang mengendalikan situasi. Tak lama kemudian, “Happy birthday Bowo... Happy birthday Bowo...” lagu Happy Birthday mengalun dari bibir teman-teman divisi perlengkapan.

Astaga! Saya baru ngeh sekarang. Ini semua skenario! Saya lalu ikut bersorak bersama teman-teman yang lain. Kak Bowo hanya kebingungan menatap kami, lalu akhirnya tertawa. Ia lalu kembali diarak untuk dinaikkan ke panggung.

Kejutan buat Kak Bowo :D
Acara perkenalan kakak senior terus dilanjutkan. Usai perkenalan, saya meminta Munira untuk mengumumkan ke peserta untuk menunaikan shalat Ashar.


Divisi konsumsi (minus Adevv dan Mastar)
Divisi pubdekdok
Divisi acara :'D

 “Lho, Mi, diskusi prodi dulu, kan?” Opan tiba-tiba melayangkan protes ke saya.

“Iya, sih, Pan. Tapi ini udah mau Ashar, nanggung waktunya.”

“Emang udah Ashar? Belum kok. Ini kan harusnya diskusi prodi, Mi,” Opan kembali protes.

Saya menatap teman-teman yang lain dengan bingung, lalu balik menatap Munira. “Gimana, Mun?”

Munira tidak bisa memberi saya jawaban apa-apa. Di sisi lain, para peserta sudah berhamburan menuju ke masjid. Akan sangat sulit rasanya meminta mereka kembali lagi ke panggung.

Foto panitia pasca upacara *sayangnya saya udah keburu pergi, hiks
Tidak ada instruksi yang bisa saya ganti. Saya membiarkan semuanya seperti itu. Saya melihat raut wajah teman-teman saya satu persatu. Perasaan saya campur aduk seketika. Baiklah, mungkin ini salah saya juga sebagai manajer acara. Seharusnya ada slot waktu setelah jam sebelum shalat Ashar untuk diskusi prodi. Namun, itu dengan kondisi upacara usai pukul 15.00, tanpa perkenalan kakak senior. Saat ada rencana perkenalan kakak senior, saya tidak tanggap dengan slot waktunya, sehingga waktu yang digunakan adalah waktu diskusi prodi. Sementara waktu sudah menunjukkan pukul 15.17, rasanya agak riskan jika harus diteruskan dengan diskusi prodi, karena hanya tersisa 13 menit.

Saya meninggalkan panggung utama, tidak ingin berlarut-larut dengan perasaan bersalah. Saya segera membuat undian malam inagurasi dan daftar penampilan peserta.

Saya membuat semua itu dengan perasaan sedih, kecewa, dan kesal. Sedih karena hari ini saya gagal menjalankan tugas dengan baik. Mungkin saya panitia dengan kinerja terburuk di hari ketiga ini. Outbond berantakan, jadwal molor, dan sekarang persiapan malam inagurasi terbengkalai. Kecewa karena tidak bisa membuat teman-teman saya paham dengan situasi yang terjadi. Kesal, karena saya justru membuat diri saya sendiri terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan.

Un—yang datang belakangan dan melihat wajah saya memerah menahan amarah—hanya menepuk bahu saya perlahan. Fitri juga juga datang menghampiri saya. “Kayaknya aku gagal jadi panitia hari ini,” ucap saya pelan.

Usai mengurus undian malam inagurasi, saya bergegas untuk shalat Ashar. Usai shalat Ashar, saya kembali ke panggung untuk mengumumkan pengambilan undian malam inagurasi, sekaligus membuka sesi gladi bagi seluruh prodi. Rian dan Opan membantu saya mengisi sesi tersebut.

“Sini biar aku bantu,” kata Opan saat saya memperbaiki daftar penampilan peserta. Saya meninggalkannya karena ada hal lain yang harus saya kerjakan.

Tak lama setelah itu, Mbak Thifa memanggil semua anggota divisi acara untuk berkumpul membahas teknis malam inagurasi. Rapat berjalan cukup alot dan melelahkan karena ada beberapa intervensi yang terjadi. Akibatnya, kami harus melakukan rapat besar darurat untuk menentukan nasib malam inagurasi.

“Mi, ntar duduk di sebelahku ya pas rapat,” pinta Opan. Saya hanya menatapnya dengan perasaan sedih. Dia yang harus menerima intervensi paling banyak karena malam inagurasi adalah tanggung jawabnya.

Saya dan Munira kolaps menerima beban seberat itu menjelang acara. Mbak Thifa memberi saya minum untuk menenangkan diri.

“Ya udah, Mbak. Sekarang kita harus gimana? Rapat besar, ya?” kata saya setelah menguasai diri.

Kami pun rapat di taman gedung BRI. Rian memimpin jalannya rapat persiapan malam inagurasi, bersama panitia dan juga SC. Saya, Munira, dan Opan bergantian memberikan tambahan-tambahan yang sekiranya perlu diketahui panitia lain. Setelah itu kami bergerak cepat. Pak Win menginstruksikan kepada seluruh mahasiswa agar memindahkan kendaraan dari gedung Oranye ke gedung Rektorat. Kak Febi, Yuli, Kak Rozzy, dan Mastar menginstruksikan seluruh prodi agar mengambil buku panduan akademik. Uni dan Lamro mengkoordinir persiapan tiap prodi untuk penampilan mereka semua. Saya dan Opan mencetak rundown malam inagurasi.

Kami baru selesai saat adzan Maghrib. Mbak Thifa dan Kak Surya mencegat langkah kami saat akan ke panggung.

“Udah shalat?” tanya Mbak Thifa. Kami berdua kompak menggeleng.

“Shalat dulu, habis itu baru ke panggung,” kata beliau lagi.

Kak Surya ikut menyemangati kami. “Malam ini, acara punya kita. Jalan aja. Kalo ada yang intervensi, kasih tau saya.”

Saya merasa terharu mendapat suntikan semangat dari mereka. Kami bergegas ke masjid untuk shalat Maghrib. Dalam hati saya bertekad, apapun yang terjadi, malam inagurasi kami harus sukses! Ya Allah, kuatkan kami, aamiin.

Usai shalat, saya dan Opan langsung ke panggung mengambil alih komando. Munira tampak masih mengurus sesuatu di panggung. Sedianya Ayu dan Yunan yang akan menjadi MC. Namun karena situasi darurat, kami harus mengambil alih acara untuk sementara waktu.

Usai membereskan bagian pembukaan acara, saya menghampiri beberapa dosen SC untuk meminta konfirmasi mengenai sesi perkenalan dosen-dosen SC. Seharusnya ada sesi perkenalan sebelum malam inagurasi, yakni pukul 18.30. Namun, karena waktu sudah menunjukkan pukul 19.00, dan kami hanya punya slot waktu hingga pukul 22.00, maka kami tidak bisa menyediakan slot waktu lagi.

“Kalian jalan aja, yang penting malam ini semuanya senang-senang,” kata Pak Ahmad dan Pak Fitroh.

Malam inagurasi semakin ramai. Penonton kami bukan hanya dari mahasiswa baru, namun juga mahasiswa angkatan 2013 dan 2014, serta orangtua mahasiswa ikuti menyempatkan diri untuk menonton. Alhasil, lapangan utama menjadi sangat ramai pengunjung.

Suasana malam inagurasi


Di beberapa penampilan awal, kami agak kelabakan menyiapkan keperluan peserta, seperti mic dan clif on, karena koordinasi dengan kru panggung belum harmonis. Peserta di belakang panggung juga belum terkoordinir. Seiring waktu, kami menemukan irama yang pas untuk mengatur jalannya acara. Kru panggung dengan sigap membantu kami. MC dan time keeper sudah ‘on’ dengan kondisi panggung, dan para peserta telah terkondisikan dengan baik. Mbak Silmi dan Mbak Thifa membawakan kami makan malam, jajanan, dan air minum.

“Kalian makan dulu, jangan sampe ambruk,” kata Mbak Thifa lalu menyodorkan kami nasi. “Oh iya. Fahmi, misi kamu adalah si Opan harus mau makan. Jangan sampe dia nggak makan,” kata Mbak Thifa lagi. Dahi saya berkerut, lalu sedetik kemudian saya hanya tertawa.

Kami pun akhirnya membagi tugas. Sementara Opan meng-handle panggung bersama kru acara yang lain, saya dan Un bergegas makan malam. Setelah kami makan, saya langsung menarik Opan untuk makan malam, dan mengambil alih belakang panggung.

Saya tidak sempat untuk menikmati acara secara keseluruhan. Yang ada dalam kepala saya saat ini adalah, semua peserta harus tampil maksimal dan sesuai dengan durasi yang ditetapkan. Saya banyak berkomunikasi dengan kru panggung, time keeper, MC, dan para peserta. Tak lupa saya menyemangati para peserta agar tampil tanpa beban saat berada di atas panggung.




 Ada hal yang cukup lucu terjadi di belakang panggung. Beberapa kali saya melihat Opan memberi instruksi dengan keras ke peserta, seakan memarahi. Melihat ekspresi mereka yang seperti ‘down’ sehabis ‘digoreng’ Opan, saya buru-buru menghampiri mereka untuk menenangkan, memberi pengertian dan juga menyemangati mereka.

“Malik, kamu nggak papa?” tanya saya usai Malik—salah satu mahasiswa baru—‘digoreng’  Opan.

“Nggak papa, Kak.”

“Gini aja. Sekarang, apa yang ada di panggung dimaksimalin aja, ya. Pokoknya apapun yang terjadi, kalian nikmatin aja panggungnya, senang-senang aja ya. Semangat!” kata saya memberi pengertian sambil menepuk-nepuk bahu mahasiswa rantau itu.

Yah, jadilah kami berdua seperti ‘Angel and Devil’ malam itu.

Karena penampilan malam inagurasi kali ini bertema ‘Nusantara’, kami bisa menyaksikan berbagai atraksi dari berbagai daerah di Indonesia. Ada yang menampilkan tarian, nyanyian, drama, dan berbagai atraksi lainnya. Secara keseluruhan saya melihat penonton terhibur dengan atraksi seluruh mahasiswa. Selain dari mahasiswa baru, kami juga menyaksikan penampilan sakeco dari IISBUD ) Institut Ilmu Seni dan Budaya) Samawa Rea. Penampilan sakeco kontemporer itu rencananya akan tampil dalam festival budaya di Jerman. Suatu kebanggaan tersendiri menyaksikan salah satu kebudayaan Tana Samawa ini akan dipentaskan di kancah dunia.




Penampilan Sakeco dari IISBUD Samawa Rea

Penyerahan hadiah 'Group of The Year'
Penampilan malam inagurasi ditutup oleh Fakultas Teknobiologi—fakultas saya tercinta—yang menyuguhkan penampilan dari provinsi NTT. Adik-adik tingkat saya menyuguhkan drama, tarian, serta permainan musik tradisional NTT yang ditutup penampilan beat box dan pembentangan kain putih bertuliskan ‘FTB UTS’. Great job kids!

Penampilan malam itu belum usai. Setelah semua prodi menampilkan penampilan terbaik mereka, lampu di arena utama seketika dipadamkan. Kemudian saya, Onk, Uni, dan Opan naik ke panggung lalu meletakkan beberapa lilin di pinggir panggung. Di saat yang bersamaan, seluruh peserta telah memegang lilin mereka masing-masing. Satu per satu lilin-lilin itu menyala di kegelapan malam. Kami memasuki sesi terakhir: renungan lilin. UKM Seni membuka renungan dengan menyanyikan lagu ‘Darah Juang’. Penampilan yang sangat menyentuh dan menggetarkan. Munira kemudian masuk dan membacakan bait-bait puisi bertemakan mahasiswa untuk mengobarkan jiwa kemahasiswaan seluruh peserta. Pada beberapa bagian, seluruh panitia menanggapi puisi Munira dengan meneriakkan kata-kata ‘Kami, mereka, kita yang beregrak’ serta ‘Kritis dan berkarya’ dengan sangat lantang, membuat suasana semakin membara. Kami lalu menyanyikan lagu ‘Darah Juang’ bersama-sama.

Suasana renungan lilin
Usai renungan lilin, lampu kembali dinyalakan. Pak Ahmad selaku Ketua SC menutup secara resmi acara malam inagurasi. Kami bersorak gembira. Alhamdulillah, acara kami berlangsung meriah dan sukses. Saya hanya bisa tersenyum melihat ekspresi gembira para mahasiswa serta sesama teman panitia dan pendamping. Kami berhasil menjalankan misi ini dengan baik. 

Tugas kami belum selesai sampai di sini. Saya, Opan, Lamro, dan Onk melakukan penyisiran di sepanjang jalan dari kampus ke Sumbawa Besar untuk memastikan bahwa peserta pulang ke rumah dengan selamat dan tidak ada yang keluyuran ke taman-taman atau tempat hiburan lainnya.

Saya dan Opan berbincang-bincang sepanjang perjalanan, tentang malam inagurasi, tentang penampilan prodi kami masing-masing, tentang peristiwa tadi sore, dan yang lainnya. Saat di perjalanan pulang, saya minta ganti pengemudi. Mata saya tidak kuat lagi untuk membawa motor. Saat kami kembali ke kampus, suasana panggung masih meriah dengan teman-teman panitia. Mereka menyanyi, menari, dan bergembira ria.

Saya memutuskan langsung tidur saja usai menyaksikan keriuhan mereka di panggung utama selama beberapa menit. Mata saya tidak bisa ditoleransi lagi. Sekali lagi saya bersyukur, acara kami hari ini berlangsung sukses. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, rangkaian acara Respek UTS 2015 berlangsung sukses. Perjuangan kami selama dua bulan terakhir terbayar lunas hingga hari ketiga ini.


Oke, kata-kata terakhir harus saya putus di sini. Kenapa? Karena besok masih ada acara yang tidak kalah seru! Ikuti terus yaaa!!!

NB: Makasih buat divisi pubdekdok Respek UTS 2015 atas foto-foto kecenya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar