Dear Unegers!
Apa kabar semuanya? Lama tak bersua
rupanya, hehehe. Kali ini saya membawa sepenggal kisah dari kampus Universitas
Indonesia (UI) usai mengikuti babak Grand Final Olimpiade Sains Nasional (OSN)
Pertamina 2015. Dalam kompetisi, saya bersama dua rekan saya, Afifah dan Faqih,
akan berkompetisi di kategori Science Project berhadapan dengan 14 tim lain
yang datang dari berbagai kampus ternama Indonesia, yakni Institut Teknologi
Bandung (ITB, Bandung), Institut Pertanian Bogor (IPB, Bogor), Universitas
Syiah Kuala (Unsyiah, Aceh), Universitas Sriwijaya (Unsri, Palembang),
Universitas Negeri Lampung (Unila,, Lampung), Universitas Negeri Sebelas Maret
(UNS, Solo), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY, Yogyakarta), Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS, Surabaya), Universitas Surabaya (Ubaya,
Surabaya), Universitas Lambung Mangkurat (Unlam, Banjarmasin), Universitas
Brawijaya (UB, Malang), dan tentu saja tuan rumah UI. UB dan UI berhasil
meloloskan 2 tim ke babak final.
Flashback
Saya tidak ada niat khusus ingin mengikuti OSN
Pertamina 2015, karena di saat yang hampir bersamaan saya juga tengah
merampungkan proposal PKM. Namun dosen saya, Mbak Silmi, menawarkan untuk ikut
OSN Pertamina bidang Kimia. Saya sih setuju aja, karena sejak SMA saya sudah
terjun ke OSN bidang Kimia. Namun, beberapa hari kemudian, Indah dan Adel
menawarkan saya untuk bergabung ke tim mereka dalam kategori Proyek Sains. Fyi,
OSN Pertamina ini mempertandingkan dua kategori, yakni Kategori Teori
(perorangan, bidang Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi) serta Proyek Sains
(tim berisi 3 orang). Tema untuk kategori Proyek Sains a.k.a PS untuk tahun ini
adalah ‘New and Renewable Energy’. Tidak lama berselang, Pak Alidi (Kaprodi
Teknobiologi) juga menawarkan untuk bergabung di tim yang beliau dan Bu Wawat
(dosen Teknologi Pertanian) bentuk, dengan proyek pemanfaatan rumput laut untuk
produksi biogas. Akhirnya, setelah sempat bergalau ria di antara pilihan-pilihan
tersebut, saya memutuskan untuk bergabung dengan proyek Pak Alidi. Tim kami pun
terbentuk, dengan Afifah (Teknologi Industri Pertanian 2015) dan Faqih
(Teknobiologi 2015) sebagai anggota. Kami pun mulai mengerjakan proyek kami...
H-2 deadline pengumpulan proposal!
Kami bergerak cepat membagi tugas. Yang
membuat tantangannya semakin spesial adalah karena kompetisi PS tahun ini naik
level ke tingkat ASEAN, sehingga kami harus membuat proposal dalam bahasa
Inggris. Tidak hanya itu, kami juga harus membuat eksperimen permulaan sebagai
salah satu syarat proposal. Hingga hari-H (30 September) kami masih berkejaran
dengan waktu untuk menyelesaikan proposal juga prototipe proyek. Pak Alidi dan
Bu Wawat tak hentinya menyemangati kami. Malam-malam kami harus berjuang
mencari kotoran sapi segar, merakit digester sederhana, serta menyelesaikan
semua urusan administratif. Alhamdulillah, dengan perjuangan yang
berdarah-darah maksimal, kami berhasil mengumpulkan proposal kami via online
pukul 01.00. Imbasnya, saya terlambat masuk mata kuliah Kimia Organik di pagi
harinya *maaf Mbak Silmi T_T
Tangal 15 Oktober, kami berangkat ke
Mataram untuk mengikuti sesi presentasi poster. Di provinsi NTB sendiri, hanya
ada 5 tim yang ikut kategori PS, 4 tim dari UTS dan 1 tim dari Unram. Sesi
poster ini untuk memperebutkan predikat poster terbaik versi peserta Kategori
Teori. Meskipun kami sudah berjuang maksimal, nampaknya faktor tuan rumah lebih
memihak pada tim Unram untuk memenangkan predikat tersebut. Padahal, mereka
hanya memajang poster kemudian meninggalkannya tanpa mengikuti presentasi
seperti yang tim lain lakukan.
![]() |
Di sela kegiatan di Mataram |
![]() |
Tim PS UTS |
“Ini kan hanya ditentukan sama peserta,
Dik. Kita nggak bisa ngatur hasilnya. Tapi ini bukan indikator penilaian untuk
ke nasional. Bisa jadi yang nggak menang di sini malah lolos ke nasional.
Banyak kasus yang seperti itu,” kata salah seorang juri saat kami melakukan
protes.
Kata-kata bapak itu tidak meleset. Empat
hari kemudian, Faqih menelepon saya sambil bersorak girang. “Kak, cek website
OSN Pertamina. Kita lolos 30 besar!”
Buru-buru saya mengecek website.
Alhamdulillah, nama saya selaku ketua tim memang ada di sana. Kami sangat
bersyukur atas hasil ini, mengingat kami tidak ditarget apa-apa untuk kompetisi
ini. Dan, tim kami menjadi satu-satunya yang berhasil melaju dari provinsi NTB.
Keesokan harinya menjadi ‘jet coaster drama’
buat saya. Kuliah Mbak Maya belum usai, saya ditelepon oleh Pak Ahmad, dosen FT
UTS. “Mi, ntar malam berangkat jam berapa?”
“Berangkat ke mana, Pak?” tanya saya was
was.
“Loh, bukannya kamu besok mau tes
wawancara, ya?”
Saya diam mematung. “Saya ndak tau, Pak.
Ndak ada yang kasih informasi ke saya.”
Pak Ahmad kemudian minta ketemu saya
setelah kuliah. Saya bergegas memberitahu Pak Alidi. “Kita harus gimana, Pak?”
tanya saya cemas.
“Ya udah, sekarang kamu beresin aja
presentasinya, trus cari tiket travel untuk nanti malam. Pokoknya usahain
sebisanya aja. Jangan dijadiin beban, Mi,” kata Pak Alidi menyemangati.
Saya pun bergegas menemui Pak Ahmad,
mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang presentasi via video conference di
Unram besok. Usai mendapat cukup informasi, saya bergegas memberitahu Afifah
dan Faqih agar bersiap-siap. Segera saya tancap gas pulang ke rumah,
menyelesaikan slide presentasi, mencari info tambahan untuk proyek saya,
mencari tempat singgah di Mataram dengan bantuan Mbak Sausan, dan memesan tiket
travel. Saya mengerahkan segenap kemampuan untuk menyelesaikan slide, namun
sampai malam tiba, masih ada bagian yang belum rampung. Kami pun mencoba melanjutkan
di atas kapal feri, kendati ombak besar menerjang kapal berkali-kali. Kami
tidak boleh menyerah.
Kami hanya punya waktu tidur di atas
travel. Sesampainya di Mataram, rekan Mbak Sausan datang menjemput kami. Kalau
saat presentasi poster kami menginap di rumah Bang Mahurni, kali ini kami
menginap di kosan Bang Mulyono. Kami hanya punya waktu sejenak untuk istirahat,
kemudian melanjutkan perjalanan ke Unram.
Pukul 10.00, kami melakukan presentasi
video conference. Dalam hati saya hanya berujar, tidak akan saya biarkan
perjuangan kami ini sia-sia. It should be paid off. Sesi presentasi mengalir
lancar kendati kami hanya punya sedikit waktu untuk latihan sebelumnya. kami
juga berhasil melalui sesi tanya jawab dengan baik. Selanjutnya, tinggal kekuatan
doa kami yang akan menentukan, apakah langkah kami akan berlanjut atau harus
terhenti.
![]() |
Usai presentasi 30 Besar |
Minggu (25 Okober) sore, Faqih kembali
menelepon saya. “Kak, kita lolos ke Grand Final. Kita masuk 15 besar!!!”
Saya tak dapat menyembunyikan rasa bahagia
saya saat menatap nama saya kembali tertera di daftar 15 besar Grand Finalist.
Kerja keras kami terbayar lunas. Pak Alidi dan Bu Wawat tak kalah terkejut. Tak
ada target khusus yang dibebankan kepada kami, namun kami berhasil menapak
langkah hingga sejauh ini. Alhamdulillah...
![]() |
Nomor 5! :'D |
Persiapan kami selanjutnya menjadi jauh
lebih terjal. Kami harus menyelesaikan proyek sesuai dengan yang tertulis di
proposal. Eksperimen biogas kami yang pertama mengalami kebocoran. Kami
mengulang eksperimen dengan melakukan modifikasi digester. Kami juga membuat
ulang desain poster, menyusul laporan akhir, memperbaiki proposal dan slide
presentasi, menyiapkan prototipe dan maket site plan, serta menyelesaikan
segala urusan administratif. Seringkali perasaan terbebani menghinggapi benak saya.
Meskipun tidak ditarget apa-apa di babak final ini, namun tentu saja saya
menyimpan asa untuk membawa tim ini ke tangga juara. Namun yang ada malah
membuat saya terlalu gelisah memikirkan persiapan kami menuju UI, lokasi babak
Grand Final diselenggarakan.
![]() |
Digester yang bocor |
![]() |
Jemur rumput laut |
Snorkling di Luk |
Rumput laut! ^^ |
Wawancara penduduk desa |
![]() |
Maket site plan |
![]() |
Digester baru |
“Jangan terlalu dijadikan beban, Mi. Kalian
bisa sampai tahap ini juga udah luar biasa. Kita kan nggak ada target apa-apa
di sini. Kamu fokus aja persiapkan semuanya. Apapun hasilnya itu nomor
kesekian. Yang penting kamu enjoy,” kata Pak Alidi dan Bu Wawat berulangkali.
Saya mencoba melepas semua beban yang
mengganggu pikiran saya. Saya tidak ingin datang ke kompetisi hanya untuk
memikirkan menang-kalah. Saya juga ingin menemukan teman-teman baru, belajar
banyak hal baru dari proyek tim lain, dan membangun relasi dengan sebanyak
mungkin orang yang saya temui di sana. Akhirnya, saya memantapkan hati
melangkah ke babak akhir kompetisi ini. Bismillah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar