Jumat, 20 November 2015

OSN Pertamina 2015 Grand Final: A Preliminary Challenge for My Future Career

Dear Unegers!

Apa kabar semuanya? Lama tak bersua rupanya, hehehe. Kali ini saya membawa sepenggal kisah dari kampus Universitas Indonesia (UI) usai mengikuti babak Grand Final Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pertamina 2015. Dalam kompetisi, saya bersama dua rekan saya, Afifah dan Faqih, akan berkompetisi di kategori Science Project berhadapan dengan 14 tim lain yang datang dari berbagai kampus ternama Indonesia, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB, Bandung), Institut Pertanian Bogor (IPB, Bogor), Universitas Syiah Kuala (Unsyiah, Aceh), Universitas Sriwijaya (Unsri, Palembang), Universitas Negeri Lampung (Unila,, Lampung), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS, Solo), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY, Yogyakarta), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS, Surabaya), Universitas Surabaya (Ubaya, Surabaya), Universitas Lambung Mangkurat (Unlam, Banjarmasin), Universitas Brawijaya (UB, Malang), dan tentu saja tuan rumah UI. UB dan UI berhasil meloloskan 2 tim ke babak final.

Flashback 
Saya tidak ada niat khusus ingin mengikuti OSN Pertamina 2015, karena di saat yang hampir bersamaan saya juga tengah merampungkan proposal PKM. Namun dosen saya, Mbak Silmi, menawarkan untuk ikut OSN Pertamina bidang Kimia. Saya sih setuju aja, karena sejak SMA saya sudah terjun ke OSN bidang Kimia. Namun, beberapa hari kemudian, Indah dan Adel menawarkan saya untuk bergabung ke tim mereka dalam kategori Proyek Sains. Fyi, OSN Pertamina ini mempertandingkan dua kategori, yakni Kategori Teori (perorangan, bidang Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi) serta Proyek Sains (tim berisi 3 orang). Tema untuk kategori Proyek Sains a.k.a PS untuk tahun ini adalah ‘New and Renewable Energy’. Tidak lama berselang, Pak Alidi (Kaprodi Teknobiologi) juga menawarkan untuk bergabung di tim yang beliau dan Bu Wawat (dosen Teknologi Pertanian) bentuk, dengan proyek pemanfaatan rumput laut untuk produksi biogas. Akhirnya, setelah sempat bergalau ria di antara pilihan-pilihan tersebut, saya memutuskan untuk bergabung dengan proyek Pak Alidi. Tim kami pun terbentuk, dengan Afifah (Teknologi Industri Pertanian 2015) dan Faqih (Teknobiologi 2015) sebagai anggota. Kami pun mulai mengerjakan proyek kami... H-2 deadline pengumpulan proposal!



Kami bergerak cepat membagi tugas. Yang membuat tantangannya semakin spesial adalah karena kompetisi PS tahun ini naik level ke tingkat ASEAN, sehingga kami harus membuat proposal dalam bahasa Inggris. Tidak hanya itu, kami juga harus membuat eksperimen permulaan sebagai salah satu syarat proposal. Hingga hari-H (30 September) kami masih berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan proposal juga prototipe proyek. Pak Alidi dan Bu Wawat tak hentinya menyemangati kami. Malam-malam kami harus berjuang mencari kotoran sapi segar, merakit digester sederhana, serta menyelesaikan semua urusan administratif. Alhamdulillah, dengan perjuangan yang berdarah-darah maksimal, kami berhasil mengumpulkan proposal kami via online pukul 01.00. Imbasnya, saya terlambat masuk mata kuliah Kimia Organik di pagi harinya *maaf Mbak Silmi T_T

Tangal 15 Oktober, kami berangkat ke Mataram untuk mengikuti sesi presentasi poster. Di provinsi NTB sendiri, hanya ada 5 tim yang ikut kategori PS, 4 tim dari UTS dan 1 tim dari Unram. Sesi poster ini untuk memperebutkan predikat poster terbaik versi peserta Kategori Teori. Meskipun kami sudah berjuang maksimal, nampaknya faktor tuan rumah lebih memihak pada tim Unram untuk memenangkan predikat tersebut. Padahal, mereka hanya memajang poster kemudian meninggalkannya tanpa mengikuti presentasi seperti yang tim lain lakukan.

Di sela kegiatan di Mataram
Tim PS UTS




“Ini kan hanya ditentukan sama peserta, Dik. Kita nggak bisa ngatur hasilnya. Tapi ini bukan indikator penilaian untuk ke nasional. Bisa jadi yang nggak menang di sini malah lolos ke nasional. Banyak kasus yang seperti itu,” kata salah seorang juri saat kami melakukan protes.

Kata-kata bapak itu tidak meleset. Empat hari kemudian, Faqih menelepon saya sambil bersorak girang. “Kak, cek website OSN Pertamina. Kita lolos 30 besar!”

Buru-buru saya mengecek website. Alhamdulillah, nama saya selaku ketua tim memang ada di sana. Kami sangat bersyukur atas hasil ini, mengingat kami tidak ditarget apa-apa untuk kompetisi ini. Dan, tim kami menjadi satu-satunya yang berhasil melaju dari provinsi NTB.

Keesokan harinya menjadi ‘jet coaster drama’ buat saya. Kuliah Mbak Maya belum usai, saya ditelepon oleh Pak Ahmad, dosen FT UTS. “Mi, ntar malam berangkat jam berapa?”

“Berangkat ke mana, Pak?” tanya saya was was.
“Loh, bukannya kamu besok mau tes wawancara, ya?”

Saya diam mematung. “Saya ndak tau, Pak. Ndak ada yang kasih informasi ke saya.”

Pak Ahmad kemudian minta ketemu saya setelah kuliah. Saya bergegas memberitahu Pak Alidi. “Kita harus gimana, Pak?” tanya saya cemas.

“Ya udah, sekarang kamu beresin aja presentasinya, trus cari tiket travel untuk nanti malam. Pokoknya usahain sebisanya aja. Jangan dijadiin beban, Mi,” kata Pak Alidi menyemangati.

Saya pun bergegas menemui Pak Ahmad, mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang presentasi via video conference di Unram besok. Usai mendapat cukup informasi, saya bergegas memberitahu Afifah dan Faqih agar bersiap-siap. Segera saya tancap gas pulang ke rumah, menyelesaikan slide presentasi, mencari info tambahan untuk proyek saya, mencari tempat singgah di Mataram dengan bantuan Mbak Sausan, dan memesan tiket travel. Saya mengerahkan segenap kemampuan untuk menyelesaikan slide, namun sampai malam tiba, masih ada bagian yang belum rampung. Kami pun mencoba melanjutkan di atas kapal feri, kendati ombak besar menerjang kapal berkali-kali. Kami tidak boleh menyerah.

Kami hanya punya waktu tidur di atas travel. Sesampainya di Mataram, rekan Mbak Sausan datang menjemput kami. Kalau saat presentasi poster kami menginap di rumah Bang Mahurni, kali ini kami menginap di kosan Bang Mulyono. Kami hanya punya waktu sejenak untuk istirahat, kemudian melanjutkan perjalanan ke Unram.

Pukul 10.00, kami melakukan presentasi video conference. Dalam hati saya hanya berujar, tidak akan saya biarkan perjuangan kami ini sia-sia. It should be paid off. Sesi presentasi mengalir lancar kendati kami hanya punya sedikit waktu untuk latihan sebelumnya. kami juga berhasil melalui sesi tanya jawab dengan baik. Selanjutnya, tinggal kekuatan doa kami yang akan menentukan, apakah langkah kami akan berlanjut atau harus terhenti.

Usai presentasi 30 Besar
Minggu (25 Okober) sore, Faqih kembali menelepon saya. “Kak, kita lolos ke Grand Final. Kita masuk 15 besar!!!”

Saya tak dapat menyembunyikan rasa bahagia saya saat menatap nama saya kembali tertera di daftar 15 besar Grand Finalist. Kerja keras kami terbayar lunas. Pak Alidi dan Bu Wawat tak kalah terkejut. Tak ada target khusus yang dibebankan kepada kami, namun kami berhasil menapak langkah hingga sejauh ini. Alhamdulillah...

Nomor 5! :'D
Persiapan kami selanjutnya menjadi jauh lebih terjal. Kami harus menyelesaikan proyek sesuai dengan yang tertulis di proposal. Eksperimen biogas kami yang pertama mengalami kebocoran. Kami mengulang eksperimen dengan melakukan modifikasi digester. Kami juga membuat ulang desain poster, menyusul laporan akhir, memperbaiki proposal dan slide presentasi, menyiapkan prototipe dan maket site plan, serta menyelesaikan segala urusan administratif. Seringkali perasaan terbebani menghinggapi benak saya. Meskipun tidak ditarget apa-apa di babak final ini, namun tentu saja saya menyimpan asa untuk membawa tim ini ke tangga juara. Namun yang ada malah membuat saya terlalu gelisah memikirkan persiapan kami menuju UI, lokasi babak Grand Final diselenggarakan.

Digester yang bocor
Jemur rumput laut
Snorkling di Luk
Rumput laut! ^^
Wawancara penduduk desa




Maket site plan
Digester baru
“Jangan terlalu dijadikan beban, Mi. Kalian bisa sampai tahap ini juga udah luar biasa. Kita kan nggak ada target apa-apa di sini. Kamu fokus aja persiapkan semuanya. Apapun hasilnya itu nomor kesekian. Yang penting kamu enjoy,” kata Pak Alidi dan Bu Wawat berulangkali.

Saya mencoba melepas semua beban yang mengganggu pikiran saya. Saya tidak ingin datang ke kompetisi hanya untuk memikirkan menang-kalah. Saya juga ingin menemukan teman-teman baru, belajar banyak hal baru dari proyek tim lain, dan membangun relasi dengan sebanyak mungkin orang yang saya temui di sana. Akhirnya, saya memantapkan hati melangkah ke babak akhir kompetisi ini. Bismillah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar