Dear Unegers!
Mari kita lanjutkan potongan kisah di edisi
sebelumnya ya!
Hingga pukul 01.30, saya belum juga
mendapat giliran. Saya membantu teman-teman perlengkapan mengambil karpet untuk
panggung utama, lalu tertidur di dekat printer, dan terbangun dua jam kemudian.
Saya melihat Opan tengah mencetak sesuatu. Saya terbangun dan mendekatinya.
“Mau nge-print, Mi?” tanyanya pelan.
“Mmm, teklap belum di-print dari tadi,”
kata saya.
Ketika Opan selesai, saya segera mengambil
alih printer dan mencetak lembar demi lembar teklap.
“Aku boleh tidur ndak?”
“Mmm... tidur aja,” jawab saya pelan. Opan
menarik napas lega lalu meninggalkan saya.
Saya menatap seluruh ruangan, memperhatikan
tubuh-tubuh kelelahan yang menghampar di hadapan saya. Hari ini semuanya harus
berhasil, tekad saya dalam hati.
Saya memutuskan untuk tetap terjaga hingga
pukul 04.30 dan membangunkan teman-teman yang masih tertidur pulas. Briefing
hari pertama kami dimulai agak terlambat, menyebabkan serentetan keterlambatan
lainnya.
Saya dan Un bergegas ke lapangan depan
gedung Psikologi, tempat para peserta berkumpul. Lapangan serta area parkir di
gedung Oranye telah dibanjiri mahasiswa. Kami dengan sigap mengarahkan mereka
semua untuk berbaris.
Kejutannya adalah, dari keseluruhan jumlah
mahasiswa baru, lebih dari setengahnya datang terlambat dan tidak membawa
atribut lengkap! Komisi disiplin sampai kewalahan. Saya pun tak kalah
terkejutnya. Awalnya saya meminta agar satu angkatan dihukum serempak jika yang
melanggar lebih dari 40 orang. Ini sih memang lebih dari 40 orang, tapi
angkanya terlalu fantastis *ngelus dada*. Pak Win akhirnya memberi teguran
keras pada para pendamping, disaksikan seluruh mahasiswa (sebenarnya ini hanya skenario untuk memberi efek jera ke mahasiswa, agar mereka sadar kalau mereka berbuat kesalahan, bukan mereka saja yang menanggung akibatnya). Hal ini cukup memberi
efek kejut bagi semuanya.
 |
Kedatangan mahasiswa |
 |
Mahasiswa yang melanggar sedang ditegur |
 |
Pemandangan pagi di kaki Olat Maras |
 |
Pak Win menegur seluruh pendamping |
Saya dan Uni kembali ke lapangan utama,
mempersiapkan acara berikutnya. Satu demi satu pleton pasukan datang dan
mengisi tenda utama. Para tamu undangan dan pengisi acara mulai berdatangan.
Pukul 08.30, upacara pembukaan Respek dimulai dengan barisan pembawa bendera Merah
Putih, bendera UTS, dan bendera fakultas yang memasuki lapangan. Kak Bowo
selaku Korlap mengenalkan bendera masing-masing fakultas kepada mahasiswa, lalu
menginstruksikan mereka untuk berbaris di belakang bendera fakultas
masing-masing.
 |
Persiapan parade |
 |
Pembawa bendera |
 |
Tamu undangan |
Upacara berlangsung khidmat, hingga kejutan
berikutnya dimulai. Satu persatu mahasiswa berjatuhan di tengah upacara,
memaksa para panitia untuk bergerak sigap membawa mereka ke pos medis. Saya
cukup terkejut melihat jumlah yang tumbang mencapai lebih dari 10 orang.
Tampaknya fisik mereka belum cukup siap untuk mengikuti rangkaian acara dan
cuaca Sumbawa yang memang lebih panas.
Kendati cukup banyak mahasiswa yang tumbang, namun kesigapan panitia membuat upacara tetap berlangsung khidmat dan kondusif. Wakil Rektor I, Dr. Anawati, menyampaikan
pesan dalam sambutan beliau agar para mahasiswa semakin giat belajar dan
berprestasi ketika berada di UTS. Kegiatan Respek dibuka secara resmi dengan pengalungan name tag ke perwakilan mahasiswa oleh Bapak Tb. Sunandjaja, anggota MPR RI.
 |
Paduan suara UTS |
 |
Suasana upacara |
 |
Pengalungan name tag oleh Bapak Tb. Sunandjaja |
Usai upacara, mahasiswa diberi kejutan
dengan ‘pertikaian’ antara mahasiswa dengan Korlap. Pertikaian dimulai karena ada mahasiswa baru yang datang setelah upacara pembukaan. Konflik memuncak saat
Korlap hendak memukul mahasiswa, dan langsung mengundang perhatian panitia
lainnya.
 |
Korlap menegur mahasiswa yang datang terlambat |
 |
Pertikaian memanas |
Hohoho, tenang aja, itu cuma skenario
menuju penampilan tari Nusantara untuk menyambut mahasiswa baru. Pertikaian
itulah yang memulai rangkaian tarian. Tarian Papua mengawali tarian Nusantara,
dilanjutkan tarian dari NTT, Sumbawa, Bali, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan
Aceh. Meskipun sudah cukup sering melihat teman-teman penari latihan, saya
tetap merasa merinding dengan atraksi mereka. Saya juga merasa bahagia melihat
keceriaan dan antusiasme mahasiswa baru menyaksikan atraksi yang kami sajikan.
Tarian Nusantara ditutup dengan pengibaran bendera Merah Putih dan bendera UTS
diiringi lagu Gebyar Gebyar, yang diakhiri pembentangan spanduk ‘Welcome to
UTS’. Atraksi yang sangat manis.
 |
Tarian Papua |
 |
Antusiasme mahasiswa baru |
Acara selanjutnya berlangsung dengan baik.
Kami kedatangan tamu dari MPR RI yang menyampaikan seminar nasional dengan tema
‘Kampus sebagai Garda Terdepan dan Pengawal Ideologi Negara’ bersama Bapak Drs. H. Jamaluddin Malik (Bupati Sumbawa), Dr. Anawati, dan Bapak M. Yamin, SH., MH (Rektor IISBUD). Dalam materi ini,
mahasiswa diberi pemahaman bahwa merekalah yang akan menjadi tonggak penerus
bangsa dan akan membuat perubahan untuk bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Saya tersenyum penuh syukur melihat antusiasme mahasiwa dalam sesi tanya jawab
sangat tinggi.
 |
Keynote speech dari Bapak Tb. Sunandjaja |
Sayangnya, satu hal yang tidak terprediksi
terjadi. Seminar nasional hanya berlangsung hingga pukul 11.15, padahal setelah
itu tidak ada acara lagi sebelum ishoma. Saya segera berkoordinasi dengan Rian,
lalu menannyakan Mbak Thifa dan Pak Win. Setelah agak lama berdiskusi, kami
memutuskan untuk memajukan diskusi prodi ke sebelum ishoma.
Kami kembali ke lapangan untuk melanjutkan
acara. Saya dibantu Kak Bowo menginstruksikan agar semua mahasiswa dan
pendamping berkumpul sesuai prodi masing-masing. Selanjutnya dilakukan
pengambilan undian untuk penampilan malam inagurasi bertema ‘Nusantara’. Jadi,
masing-masing prodi akan menampilkan satu atraksi yang mewakili nama daerah yang
mereka ambil. Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi bersama pendamping
prodi masing-masing. Saya bersyukur tidak ada kendala berarti selama diskusi
prodi.
 |
Penyampaian teknis malam inagurasi |
Acara dilanjutkan dengan Ishoma selama satu
jam. Waktu kembali kosong karena kami harus menunggu pemateri berikutnya.
Syukurlah, Azhar mengambil inisiatif dengan mengajak peserta adu yel-yel. Di
luar dugaan saya, peserta tetap antusias mengkuti kegiatan kendati cuaca kian
terik. Saya merasa terpacu dengan semangat mereka, karena jujur saja energi saya
terkuras habis sejak semalam. Saya bisa tertawa sejenak melihat kehebohan
mereka di lapangan. Semoga sja semangat itu terus terjaga hingga mereka
menyelesaikan studi mereka di UTS, aamiin...
Pukul 14.00, sesi kuliah umum dimulai. Kali
ini giliran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, Bapak Ir.
Mochamad Basoeki Hadimoeljono, M.Sc., Ph.D yang memberi kuliah umum dengan tema
‘Kiat dan Perjuangan Menjadi Sukses, Rendah Hati, dan Bermartabat’. Bersama
beliau hadir juga Dirjen penyediaan Perumahan, Dr. Syarif Burhanuddin, M.Eng,
Bapak Dr. H. Zulkieflimansyah (Dewan Penasehat UTS), Bapak Drs. H. Jamalauddin
Malik (Bupati Sumbawa), Bapak A. Rahim (Kadis PU), serta jajaran pejabat
lainnya. Bapak Menteri menyampaikan rasa bahagianya bisa bertemu mahasiswa UTS
yang datang dari penjuru Nusantara. Beliau memberi motivasi kepada para
mahasiswa, bahwa meskipun UTS berada di tempat terpencil, mereka tetap harus
belajar yang giat dan berprestasi. “Saya aja dulu pernah sekolah di Papua, yang
kondisinya tidak lebih baik dari UTS. Tapi saya berhasil sekolah ke Amerika dan
sekarang menjadi menteri,” ucap beliau disambut tepuk tangan meriah dari
mahasiswa.
 |
Pak Basoeki memberi kuliah umum |
 |
Pesan Pak Menteri |
Usai kuliah umum, acara dilanjutkan
pengumuman atribut dan spek hari kedua, shalat Ashar, kemudian sesi lingkar
wacana dengan tema ‘Desaku yang Tercinta’. Dalam sesi lingkar wacana ini, para
mahasiswa diminta untuk menyampaikan permasalahan di daerah masing-masing
sesuai dengan tema yang diberikan selama 40 menit. Kemudian mereka diberi waktu
20 menit untuk menuangkan hasil diskusinya dalam bentuk poster. Saya
berkeliling ke setiap pleton dan merasa gembira menyaksikan semangat mahasiswa
dalam mengikuti sesi diskusi. Banyak permasalahan yang bermunculan, dan banyak
solusi yang ditawarkan. Pada sesi poster, kreatifitas masing-masing pleton
dikerahkan. Saya tersenyum bangga melihat 20 poster yang sangat menarik telah
terpanjang di depan panggung, hasil kreatifitas seluruh mahasiswa.
Pukul 17.45, acara ditutup dengan apel
kepulangan. Para mahasiswa berbaris rapi di tengah lapangan. “Tutup mata
kalian, tundukkan kepala, dan tutup telinga kalian,” instruksi dari Korlap
kepada seluruh mahasiswa. Saat itulah, kami para panitia bergerak dari depan
para mahasiswa menyebar ke sekeliling mereka. Saat mereka membuka mata, komando
telah diambil alih Kak Surya untuk menyampaikan orasi. Sampai tahap ini,
peserta masih ada yang bertumbangan, memacu kesigapan panitia untuk menangani
mereka.
Kegiatan dibubarkan pukul 18.00. Saya dan
panitia lainnya mengawal kepulangan mereka hingga gedung Oranye. Lautan manusia
menghambur di sepanjang jalan. Kami lalu mengatur jalannya kendaraan mahasiswa
yang meninggalkan kampus, hingga pukul 18.30. saya pun melaksanakan shalat
Maghrib dan kembali ke Rektorat pukul 19.00 untuk evaluasi harian, sementara
panitia lainnya tetap di gedung Oranye karena mahasiswa rantau masih banyak
yang menunggu kendaraan pulang.
Evaluasi hari ini cukup banyak, terutama
menyoroti banyaknya mahasiswa yang tumbang, kemudian petugas medis yang datang
terlambat, dan waktu kegiatan yang terlalu sore. Imbasnya, acara hari kedua
dibatasi hanya sampai pukul 17.00. Saya menatap lantai dengan lesu, karena
teklap harus dirombak lagi. Huft...
“Fahmi,” Mbak Thifa memanggil saya untuk
mendekat. “Mana teklap hari kedua? Sini biar aku periksa,” kata beliau.
Saya mengambil laptop lalu membuka teklap
hari kedua. “Coba konfir ke Pak Ahmad jam berapa materi bakal mulai. Aku dengar
besok materinya bakal dipanel. Nah, slot waktu ini kan kosong, bisa dipake buat
yang lain,” instruksi beliau.
Saya memperhatikan detail acara. “Saya
pindahin diskusi prodi di awal aja, Mbak. Habis peserta ngumpul di tenda
langsung dipencar buat diskusi aja sambil nunggu tamu,” kata saya akhirnya.
Saya pun bergegas mencari Pak Ahmad. Acara
besok ternyata memang akan dipanel dan mulai pukul 08.30. Berarti masih ada
waktu satu jam untuk diskusi prodi.
Saya pun menghampiri Randa yang akan pulang
ke Sumbawa. “Nitip, Jeng. Mintol teklap hari kedua di-print ya, satu aja si.
Trus fotokopi rangkap 10. Makasih ya,” kata saya lalu menyerahkan dua lembar
uang dua puluh ribu. Saya dan Randa sudah berteman sejak TK, dan kami satu
kelas saat SMP. ‘Jeng’ itu panggilan buat kami saat SMP dan berlanjut sampai
sekarang.
Baiklah,
waktu sudah menunjukkan pukul 22.30. Saya memutuskan untuk tidur duluan karena
besok sudah banyak acara yang menanti. Sampai jumpa di edisi berikutnya!
Pengalaman yang tak terlupakan...
BalasHapusPengalaman yang tak terlupakan...
BalasHapusMakasih Mas Aan udah berkunjung :)
HapusMaaf saya baru mampir lagi dimari :'D